"Size matters not. Look at me. Judge me by my size, do you? And well you should not. For my ally is the Force. And a powerful ally it is. Life creates it, makes it grow. Its energy surrounds us and binds us. Luminous beings are we... not this crude matter. You must feel the Force around you. Here, between you... me... the tree... the rock... everywhere!"

Most Star Wars afficionados know this sentence by heart. Bagi mereka yang lupa, or haven't seen it yet, this particular quotes comes from a scene from the Empire Strikes Back. As you might have guessed, this is a quote from Yoda, teaching the young Luke Skywalker the teachings of the Jedi Order.

And you might be tempted to think that this is another Star Wars rant. No, it's not.

How do we perceive the world around us? Mostly through our sense. Indera. Close them, and what do you know of your world? Umumnya saat menutup mata, we recall dari ingatan barang apa saja yang ada di sekitar kita, warna, bentuk, tekstur dan lain-lain. Even when you close your eyes, you probably still see a hint of red that varies between very dark and deep red. Ini terjadi karena cahaya yang ada di luar masih dapat menembus your eyelids, even if it's only the 'lowest' end of the spectrum red. To be in total darkness, kita harus menutup mata dengan alat bantu.

But that's not the point.

As your eyes are closed, pikiran kita 'kelaparan' stimulasi yang kita taken for granted. The mind, naturally tries the offset this 'stimulation starvation' dengan menggunakan your other sense(s). Lakukan ini cukup lama dan perhatakan betapa sensitifnya kita terhadap gerakan udara (sesuatu yang tidak kita lihat) atau perubahan suhu. Kita juga mulai mendengar begitu banyak hal yang mungkin tidak pernah diperhatikan sebelumnya. Humming is usually caused by electrical appliances, be it a lamp, a computer. Particularly kalo volume dan nada/pitch nya tidak berubah. You can 'hear' other objects moving, atau lingkungan di sekitar kita berubah dari perubahan suara yang terdengar. Berjalan dari satu ruangan ke ruangan lain, kita bisa 'mendengar' keunikan tiap ruangan, dan pikiran kita menginterpolasikan berapa 'dalam' kita dalam ruangan yang kita masuki, relatif terhadap ruangan yang baru kita tinggalkan.

And you would notice, that seringkali kita hanya bisa 'mengetahui' apa yang ada disekitar kita, dengan perubahan yang cukup drastis. Noise, no noise. Pergerakan suara yang cepat, atau suhu ambient ruangan yang kurang lebih 5 derajat or more. Quite interestingly, hal yang sama sebenarnya juga terjadi saat kita menggunakan mata kita untuk melihat. Perhatian (fokus) kita umumnya cepat tertarik pada perubahan yang terjadi cepat - movement. Fokus - span of control - ini cukup mudah di atur, dengan mendilasikan pupil sehingga walau mata kita melihat ke satu arah, sebenarnya pikiran kita mencoba melihat adanya pegerrakan di luar titk fokus. Untuk melakukan hal ini, we trade off details in the environment, melihat objects sebagai gabungan wanra dan bentuk.

Warna, detail dan tekstur umumnya tidak diperlukan. Our sense of touch sebenarnya lebih akut dalam mendeteksi detail dan tekstur. Bentuk kita kenali dari perbedaan pencahayaan dan depth perception (depth of field) yang dibentuk menggunakan kedua mata. Namun, menggunakan satu mata pun, mekanisme fokus alami mata sudah cukup untuk memberikan kita sebuah pseudo depth perception.

Melatih fokus di indera selain mata adalah sesuatu yang cukup sulit dilakukan. Umumnya, kondisi dimana ini terjadi adalah akibat necessity, disebabkan oleh kebutaan either sementara atau permanen. Kita tidak melatih diri kita untuk melihat dengan indera selain mata, terutama karena kita sudah terlalu manja dengan keberadaan mata kita dan we took that for granted.

Tetapi seperti kata-kata yang sering diutarakan Dewa saat menjawab "Why?"

Why not?

Take for example our sense of touch. If your remember your biology classes, you'll know that the hands are the biggest area of our body rich in neural receptors. Menyentuh sesuatu seperti meja membuat kita 'mengetahui' detail dan tekstur meja dari bahan yang dipakai untuk membuatnya. We can trace the outlines of a bark lines, dan memperkirakan berapa tahun pohon yang ditebang untuk membuat meja ini. Or we could feel the stains of last night's cup of coffee yang kita belum bersihkan tadi pagi. By moving it slightly and slowly, we 'focus' pikiran kita ke stimulasi yang kita rasakan. So indera ini bekerja dengan prosedur sedikit berbeda dengan mata. Kita selalu mempunyai fokus saat kita melihat, sementara saat kita menggunakan indera perasa kita, umumnya fokus tersebut terkalahkan oleh fokus mata, atau kita tidak memberikan perhatian penuh pada stimulasi yang kita terima.

Saat kita bergerak, selain our natural equilibrium, kita merasakan pergerakan badan lewat indera perasa ini. Ambil contoh misalnya dalam kondisi mati rasa, kita dapat menggerakan anggota badan yang mengalami kondisi ini, tapi we could hardly feel any stimulation, selain sensasi tug/pull yang dilaporkan oleh anggota badan lainnya yang masih dapat memberikan feedback.

Our sense of touch mempunyai banyak kontrol dalam melaporkan stimulasi. We can sense the solidity of an object, the ability to stretch or even the apparent thickness of it. Press your fingertips against somtehing and you'll kknow what i mean.

Beralih ke indera yang lain, try focusing on one sound in particular. You could also 'see' walau kita mencoba mendengarkan satu suara yang spesifik, kita tetap mendengarkan suara-suara yang lain, but in the background (out of fokus). A sharp sound, or a sound with enough bigh volume from the ambient sound and any other sound (background or in focus) akan membuat pikiran kita beralih ke suara itu.

So, where does focus lay?

Di luar mata, fokus yang kita terapkan everytime we use our senses is truly only inside our mind. So basically what we 'perceive' as the world around us is filtered by our minds. We assume and extrapolate from our experiences, safe in the reality we make for ourselves of the world. Yet in truth, the true reality escapes us.

"...Master....moving stones around is one thing. This is totally different...."
"No! No different! Only different in your mind. You must unlearn what you have learned."
"...All right, I'll give it a try."
"No! Try not. Do. Or do not. There is no try."

Unlearn your past experiences and only will then would you see the truth that eludes you all this time. Make the mind 'feel' the world rather that filtering what your senses told you. This way, you will perceive the world as what it is, not what your mind 'think' it is. Letting each senses told you what the object your paying attention to is.

Now you will have knowledge, though incomplete, (but) is closer to the truth.