Keberadaan
And the Lord God said, "Behold, the man is become as one of us, to know good and evil: and now, lest he put forth his hand, and take also of the tree of life, and eat, and live forever, we must send him forth." Therefore the Lord God sent him forth from the garden of Eden, to till the ground from whence he was taken
Beberapa tahun yang lalu, saya cukup beruntung dapat menemukan beberapa karya Isaac Asimov dan menyempatkan membaca mereka. Salah satu karyanya yang terakhir, dan paling banyak mendapatkan pujian, adalah ceritanya mengenai Roy, sebuah robot yang diproduksi oleh US Robotics pada masa-masa akhir jayanya. Kisah ini, sekarang difilmkan dengan nama Bicentennial Man, yang juga merupakan judul cerita tersebut.
Dalam cerita aslinya ( karena saya belum menonton filmnya dan saya terlalu menghormati Asimov sehingga tidak menyewa VCD bajakannya ), Roy, sang robot, memiliki sesuatu yang membuatnya unik, kemampuan untuk melahirkan karya-karya yang original dalam bentuk pahatan. Sang pemilik robot, tidak merasa terancam akan hal ini, dan mencoba mendorong Roy, agar pahatan tersebut dijual, dengan mana dari hasil penjualan pahatan tersebut, Roy membeli 'diri'nya dari sang pemilik.
Roy terus menerus berkarya, sampai akhirnya ia dapat menciptakan alat-alat yang bekerja serupa dengan organ-organ manusia. Penemuannya digunakan untuk memperpanjang hidup manusia, dan ia pun mulai mengganti bagian-bagian tubuhnya. Sampai ia terlihat serupa dengan manusia.
Walaupun begitu, Roy tetap dipanggil sebagai robot pada ulang tahunnya ke 150. Karena itu, ia melakukan sesuatu hal yang umum dilakukan manusia. Ia memutuskan untuk mati. Ia mengganti otak positroniknya dengan otak positronik yang dirancang khusus, agar bagian demi bagian otak tersebut berhenti bekerja setelah beberapa lama. Persis seperti otak seorang manusia.
Pada ulang tahunnya yang ke 200, Roy meninggal di rumah sakit, dikelilingi oleh teman-temannya.
( Possession ) Kepemilikan atas sesuatu ( benda - berwujud atau tidak ) memberikan hak-hak kepada pemilik atas benda tersebut. Walaupun begitu, ada social concerns, yang melekat pada hak-hak pemilik tersebut. Pada umumnya, bila seseorang menciptakan sesuatu, maka hak milik benda tersebut merupakan haknya.
Bila kita berkata bahwa Tuhan menciptakan manusia, apakah Tuhan memiliki manusia ? Bila apa yang kita percayai mengenai kepemilikan dapat diterapkan kepada masalah tersebut, maka Tuhan mempunyai hak atas manusia. Ia memiliki hak untuk membinanya, membantunya atau bahkan menghancurkannya. Beberapa orang akan mengatakan bahwa Tuhan memiliki wujud fisik manusia, yang sayangnya, 'jiwa' atau nyawa manusia tidak akan hidup tanpanya. Ini semua karena Tuhan menciptakan manusia.
Bila manusia menciptakan sesuatu, ia dapat dikatakan mempunyai hak atas benda tersebut, social concerns aside. Tapi bila benda tersebut, telah mencapai sesuatu titik kesadaran, atau bahkan hanya menunjukkan suatu potensi untuk mencapai kesadaran, apakah prinsip tersebut dapat berlaku. Apakah siapapun dapat memiliki sesuatu yang mempunyai kesadaran ? Kalau kita menghancurkan benda tersebut, apakah kita menghilangkannya kesadarannya ? Apakah kita membunuh 'benda' tersebut ?
Dimanakah hak milik atas benda tersebut berada setelah 'kesadaran' benda itu ada ? Kalau kita melihat preposisi diatas, maka hak atas sisi materialistik dari benda tersebut berada pada tangan pemiliknya, dan 'benda' tersebut hanyalah sebagai peminjam, seorang penyewa. Bila pemilik menghendaki, maka benda tersebut dapat diambilnya. Singkat kata, ini berarti membunuh kesadaran tersebut, atau mungkin mendorongnya untuk berubah ke wujud lainnya.
Dari segi ini, terlihat bahwa kepentingan penyewa tidak terwakili, karena tak pernah ada dialog atau pertemuan kepentingan antara penyewa dan pemilik, kecuali pada saat perjanjian disetujui. Terlihat ada pemaksaan kepentingan pemilik terhadap penyewa, terutama karena tidak terdapat korelasi langsung antara keputusan terminasi kontrak dengan 'benefit' yang diterima oleh penyewa dan sanksi-sanksi terhadap penyalahgunaan objek perjanjian.
Hal-hal diatas menyiratkan bahwa hubungan antara keduanya memang hubungan superordinat dan subordinat. Bila keduanya beritikad baik, maka tentunya kepentingan kedua belah pihak diusahakan untuk tetap dilindungi.
Kalau memang seperti itu, siapakah yang berhak menentukan tujuan dari benda tersebut, untuk apa benda itu digunakan. Pemilik atau penyewa ? Pemilik mungkin memang mempunyai tujuan-tujuan tertentu yang dimaksudkan untuk benda tersebut, dan tujuan-tujuan ini tidak harus selalu sama dan sejalan dengan tujuan penyewa, tentunya karena keduanya adalah entitas yang berbeda. Kecuali bila pemilik memang memaksakan tujuannya kepada penyewa, dimana berarti hak dan kepentingan penyewa dirugikan, dan menurut hukum, perjanjian tersebut dapat dinyatakan tidak sah, karena tidak adanya itikad baik dan / atau adanya paksaan.
Sebagai suatu entitas yang 'sadar', penyewa dihadapkan ke berbagai macam pilihan dan konsekuensi dari masing-masing pilihannya. Tentunya, karena diharapkan adanya 'pemeliharaan' terhadap klausul-klausul perjanjian, penyewa secara rasional dicenderungkan untuk memilih pilihan-pilihan tertentu. Hal ini makin membuktikan bahwa penyewa berada di bawah pemilik. Salah satu pilihan yang pertama tentunya adalah tujuan dirinya / pemanfaatan objek perjanjian. Kalau begitu, secara praktis, bila tujuan penyewa berbeda dengan pemilik, akan tetapi penyewa mengikuti batasan dan persyaratan yang diajukan pemilik, penyewa tetap dapat menyelesaikan kontraknya.
Karena itu saya menolak pernyataan-pernyataan bahwa bila seseorang menciptakan sesuatu, ia secara otomatis mempunyai hak milik atas benda tersebut, terutama bila ternyata benda tersebut mempunyai 'kesadaran' / potensi untuk mencapai 'kesadaran'. Bila kita mempercayai hal itu, itu sama saja dengan melakukan penindasan atas keadilan, self determinism, dan free will. Ini juga berlaku untuk penetapan tujuan oleh pihak superordinat ( penguasa ) terhadap subordinatnya ( terkuasai ).
Manusia bukanlah benda. Ada karakteristik dan kualitas lebih dari sekedar aspek fisik pada diri manusia, karena itu ia perlu diperlakukan secara khusus. Ia juga bukanlah merupakan paduan akal dan emosi, karena kedua konsep tersebut hanyalah simplifikasi dari beberapa karakteristik manusia. Tuhan memberikan freedom dan free will kepada manusia, suatu karunia yang tidak diberikannya ke makhluk-makhluk lain. Secara implisit, ini berarti manusia adalah suatu entitas yang sangat dinamis, dan mampu untuk merubah dirinya, tumbuh, melebihi fungsi-fungsi dasarnya, dan dalam beberapa aspek, manusialah satu-satunya yang dapat membuat suatu 'penyokan' di alam semesta. Karena itu Ia pun menghargai pilihan dan kebebasan manusia.
Kecuali memang bila kita percaya Tuhan tidak adil dan tidak peduli kepada ciptaannya.
The soul of God is poured into the world through the thoughts of men. - Ralph Waldo Emerson
the edge of an existensialist universe.
Monday, February 24, 2003
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment